Biografi KH. Abdul Wahid Hasyim
Gus Wahid, demikian ia biasa
disapa, lahir pada Jum’at 1 Juni 1914, dari pasangan K.H. Hasyim Asy`ari,
pendiri NU, dan Nyai Nafiqah binti Kiai Ilyas. Ia anak lelaki pertama pasangan
tersebut. Umur lima tahun, Wahid Hasyim mulai belajar mengaji kepada ayahnya,
dan umur tujuh tahun sudah khatam Al-Quran. Umur l3 tahun, ia masuk pesantren
di Siwalan Panji, Sidoarjo, Mojosari, Nganjuk, dan Lirboyo. Di usia 15
tahun KH. Wahid mempelajari bahasa-bahasa dunia, selain Arab, beliau juga
mampelajari bahasa Belanda dan Inggris.
Pada usia 18 tahun beliau pergi ke
Mekkah untuk menunaikan ibadah haji dan memperdalam bahasa Arab. Setelah
kembali dari Mekah, KH. Wahid mengadakan pembaharuan terhadapkurikulum yang
sudah ada di pondok pesantren dengan menambahkan pelajaran ilmu-ilmu umum.
Awalnya banyak kritikan dari kiai yang tidak setuju lama kelamaan kritkan itu
pupus seiring dengan keberhasilan pondok.
Di usia 20-an, KH. Wahid banyak
menghabiskan waktunya untuk aktivitas Nahdlatul Ulama’. Di NU ia mulai
dari bawah, sekretaris tingkat ranting di Desa Cukir. Namun lompatan panjang
terjadi. Tak lama kemudian ia dipercaya menjadi ketua NU cabang Jombang, dan
ketika Departemen Ma’arif (pendidikan) NU dibuka pada tahun 1940 ia ditunjuk
sebagai ketuanya. Sejak itu ia duduk di barisan pengurus PBNU.
Pada 20 Desember 1949 beliau
diangkat menjadi Menteri Agama dalam Kabainet Hatta. Pada umur 25 tahun ia
menikah dengan Solichah binti K.H. Bisri Syansuri. Ketika sang suami menjadi
menteri, sang istri pun menjadi anggota DPR. Pasangan ini dikaruniai enam anak,
empat laki-laki dan dua perempuan. Bulan Maret 1942, Jepang mendarat.
Semua Ormas dan Orpol Islam dilarang, dan dibentuk MIAI. Kiai Wahid
terpilih menjadi ketuanya. Kedudukan itu, belakangan, mengantar dirinya ke
pusat perjuangan bangsa Indonesia di zaman Jepang. Ia menjadi anggota Cu Sangi
In, kemudian Dokuritsu Zombi Cosakai, hingga Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia.
Setelah ayahnya wafat pada 25 Juli
1947, ia mengasuh Pesantren Tebuireng. Lima
kali beliau menjadi Menteri. Yaitu Menteri Negara
dalam Kabinet Presidentil I (1945), Menteri Negara dalam Kabinet
Syahrir (1946-1947), Menteri Agama Kabinet RIS (1949-
1950), Menteri Agama Kabinet Natsir (1950- 1951),
dan Menteri Agama Kabinet Sukiman (1951-1952). Setelah tidak
menjadi Menteri, beliau aktif dalam Partai NU, yang saat itu
baru memisahkan diri dari Partai Masyumi.
Pada 19 April 1953, ia dipanggil
ke haribaan Allah SWT dalam suatu kecelakaan lalu lintas di Cimindi, Cimahi,
Jawa Barat, dalam usia 39 tahun. Jenazah dimakamkan di Tebuireng, hari itu
juga. Dengan Keppres No. 206/1964 tertanggal 24 Agustus 1964, gelar Pahlawan
Kemerdekaan Nasional disandangkan kepada K.H. Wahid Hasyim.
Sumber : Buku ‘’ Tokoh-Tokoh Islam Yang Berpengaruh Abad
20’’ karya Herry Mohammad, DKK.