Sejarah, Kiprah, Tujuan dan Peran ISNU
5 menit dibaca
Ikatan Sarjana
Nahdlatul Ulama (ISNU) merupakan organisasi badan otonom (banom) termuda yang
berada di lingkungan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Sebetulnya, fungsi
dan keanggotaan ISNU sudah ada sejak lama, tapi ISNU baru berhasil dibentuk dan
dilembagakan tahun 2012, setelah ‘disahkan’ di Muktamar ke-32 NU di Makassar
2010 silam.
Tidak bisa dipungkiri
ISNU telah memberikan ‘warna’ tersendiri di lingkungan NU. Anggotanya terdiri
dari para intelektual, cendekiawan, profesional, dan sarjana dari berbagai
bidang keilmuan. Dengan komposisi anggota yang memiliki kualitas tinggi (high
quality), ISNU diharapkan menjadi motor penggerak kesejahteraan
umat.
Untuk mengetahui
lebih jauh kiprah, arah tujuan, dan peran ISNU dalam mewujudkan kesejahteraan
umat, berikut hasil wawancara oleh seorang Jurnalis NU Online A
Muchlishon Rochmat dengan Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Sarjana
Nahdlatul Ulama (ISNU) Ali Masykur Musa pada Kamis (15/3/2018) di Jakarta.
Berikut kutipannya:
Di usianya yang masih
sangat muda ini, apa saja yang dilakukan ISNU?
Di usianya yang masih
6 tahun, ada 3 hal yang harus dilakukan. Pertama, konsolidasi
struktural. Saat ini, ISNU sudah terbentuk di 34 provinsi. Sementara pengurus
cabang ISNU sudah terbentuk 60 persen dari seluruh kota dan kabupaten yang ada.
Kedua, konsolidasi networking.
Tidak mungkin sebuah organisasi mampu menyelesaikan urusannya sendiri. Oleh
karenya, ia harus memiliki networking capacity. Di beberapa
kepengurusan ISNU, baik tingkat pusat ataupun daerah, 6 diantara pengurusnya
adalah pejabat eselon satu, direksi BUMN jaga ada yang menjadi pengurus ISNU.
Ini bagian dari networking capacity.
Ketiga, konsolidasi
program. Diantaranya adalah membuat branding terkait dengan apa saja yang
mendiferensiasi ISNU dengan banom yang lain. Oleh karenanya kita bergerak pada
4 hal saja.
Apa saja itu?
Pertama, meningkatkan
capacity building di bidang sumber daya manusia. Adapun program-programnya
adalah pelatihan kewirausahaan, manajerial leadership, dan lainnya. Kedua,
konsolidasi program di bidang intelektualitas. ISNU adalah organisasi yang base nya
adalahintelektuality sehingga intelektualitas harus bisa menjadi
bagian dari branding. Diantara programnya adalah menghubungkan mereka yang
ingin mendapatkan beasiswa ke S2 dan S3.
Ketiga, advokasi
Undang-Undang. ISNU juga concern melakukan advokasi perundang-undangan yang ada
seperti UU Minerba, Wakaf, dan lainnya. Keempat, bidang ekonomi. Sebuah
organisasi harus memiliki kemandirian dalam bidang ekonomi agar tidak mudah
diintervensi oleh kepentingan-kepentingan di luar.
Apa saja
program-program pemberdayaan ekonomi yang sudah dikembangkan ISNU?
Misalnya
rintisan-rintisan di bidang micro finance, memperkuat jaringan, mengonekkan
para petani, mencarikan petani benih-benih yang berkualitas, dan mencarikan
modal dengan bunga rendah.
Ada ribuan Nahdliyin
yang menempuh S2 dan S3 di luar negeri sana. Biasanya mereka –yang kuliah di
Barat- enggan kembali dan berkiprah di NU karena alasan ‘tidak dibutuhkan’ dan
‘tidak ada tempat’ bagi mereka. Bagaimana ISNU merangkul mereka?
Para sarjana NU baik
yang menempuh jenjang S1, S2, ataupun S3 yang secara struktural tidak masuk di
NU, mereka bisa menjadi member di ISNU. ISNU juga harus memiliki
program-program yang bisa merangkul mereka karena tidak sedikit dosen di sebuah
kampus tidak terserap menjadi pengurus NU.
Saat ini, ada 362
guru besar dari berbagai disiplin ilmu yang masuk di kepengurusan ISNU dari
tingkat pusat hingga daerah, meskipun mereka juga terdaftar di banom yang lain.
Selain itu, ada 2900-an doktor yang masuk di ISNU. Yang S2 dan S1 lebih banyak
lagi.
Dulu Gus Dur
mengkritik pendirian Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) karena
menganggapnya sektarian. Saat ini ada ISNU, pasti ada yang nyerang balik dan
menganggap kalau ISNU lebih sektarian daripada ICMI. Tanggapan Anda?
Masyarakat Islam di
Indonesia sangat majemuk. Juga memiliki latar belakang keislaman yang berbeda.
Pertama, seiring dengan berkembangnya zaman maka sudah saatnya NU harus
memiliki organisasi cendekiawan sendiri, dalam hal ini ISNU. Jika ICMI menyerap
cendekiawan yang bukan NU ya silahkan karena memiliki kapasitas dan keunggulan
masing-masing.
Kedua, mendirikan
organisasi keintelektualitasan adalah sesuatu yang sah-sah saja. Di Katolik ada
ISKA, Kristen ada PIKI, FCHI. Maka dari itu, di NU dibentuk organisasi
cendekiawan untuk menampung para sarjana NU.
Pemerintah akan
mengizinkan beberapa kampus asing untuk beroperasi di Indonesia. Tanggapan Anda
seperti apa?
Sebagai bagian dari
masyarakat ekonomi ASEAN Indonesia tidak boleh menutup diri. Itu tantangan.
Tapi harus diukur momen yang tepat untuk liberalisasi pendidikan di Indonesia.
Perguruan-perguruan tinggi asing yang hendak membuka cabang di Indonesia harus
menunggu waktu. Jangan sekarang.
Perguruan tinggi
Indonesia, umumnya kampus negeri dan juga swasta seperti kampus NU, itu harus
memiliki kualitas yang baik terlebih dahulu. Jika perguruan tinggi Indonesia
baik, maka mahasiswa Indonesia akan membayar jauh lebih murah untuk mendapatkan
sebuah ilmu yang sama yang juga diajarkan di kampus asing itu misalnya. Dia
akan lebih memilih perguruan tinggi Indonesia yang akreditasinya sudah baik,
minimal B.
Jadi kalau saat ini
kampus asing diizinkan beroperasi di Indonesia kurang tepat?
Saat ini tidak tepat
mengizinkan kampus asing ada di Indonesia karena akan terjadi perang pasar di
bidang pendidikan. Mereka memiliki kekuatan dan modal yang kuat dan besar. Ini
pasti akan menggerus perguruan-perguruan tinggi Indonesia, apalagi perguruan
tinggi di lingkungan Nahdlatul Ulama. Tapi pada saatnya mengapa tidak.
Pemerintah akan
membangun Universitas Islam International Indonesia (UIII), padahal sudah ada
banyak universitas Islam negeri yang kualitasnya juga sudah baik. Bagaimana
respons Anda?
Kita harus melihatnya
dari 3 perspektif. Pertama, perspektif kompetisi. Jika dilihat dari perspektif
kompetisi perguruan tinggi antar negara, maka pendirian UIII ada
signifikansinya. Sehingga Indonesia memiliki perguruan tinggi tingkat
internasional di bidang ilmu-ilmu keislaman. Malaysia juga punya Universitas
Islam Internasional Malaysia.
Core science antara satu
negara dengan yang lainnya pasti bisa. Misalnya tentang Islam yang rahmatan lil
alamin atau ramah, mereka pasti akan memilih Indonesia karena di Indonesia
praktik-praktik keislaman memang seperti itu.
Kedua, sebagai negara
dengan penduduk Muslim terbesar di dunia, maka sudah sepatutnya Indonesia
memiliki universitas Islam dengan kualitas internasional. Ketiga, UIII harus
mengembangkan ilmu-ilmu keislaman agar tidak terjadi duplikasi ilmu antara UIII
dengan perguruan tinggi Islam lainnya. Jangan mengambil ilmu-ilmu yang dimiliki
oleh perguruan tinggi Islam yang lainnya.
UIII harus menjadi
sisi lain yang mengisi kekosongan ilmu-ilmu keislaman yang ada di perguruan
tinggi Islam.
Mayoritas Nahdliyin
adalah petani. Selain mencarikan benih sebagaimana yang disebutkan di atas,
apakah ISNU memiliki program khusus di bidang pertanian?
Jumlah angkatan dan
penyerapan kerja bidang pertanian. di Indonesia mencapai 40 persen. Oleh karena
itu, sektor pertanian harus menjadi perhatian khusus NU karena mayoritas
Nahdliyin adalah petani.
Mendorong anak-anak
NU untuk kuliah di fakultas pertanian adalah salah satu pilihan. ISNU dan banom
lainnya yang memiliki bidang pertanian harus memiliki komitmen untuk
meningkatkan kualitas petani kita.
Seluruh banom dan
lembaga di lingkungan NU harus memikirkan itu. Harokah NU
itu ada di petan. Mimpi kami, pada saatnya menteri pertanian itu harus dari
orang NU karena itu langsung menyangkut hajat hidup orang NU.